Selasa, 25 Oktober 2016

Tinjauan Pustaka Dendeng Sapi, Sosis, dan Corned Beef



II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Dendeng sapi
Dendeng sapi adalah produk makanan berbentuk lempengan yang terbuat dari irisan atau gilingan daging sapi segar berasal dari sapi sehat yang telah diberi bumbu dan dikeringkan ( SNI 01-2908-1992).
Prinsip dari pembuatan dendeng adalah kombinas antara curing  (penambahan bumbu denden  pada daging) dengan pengeringan.
Dendeng merupakan salah satu produk awetan daging yang dikelompokan sebagai daging “ Curing “. Curing didefinisikan sebagai suatu proses yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme melalui penggunaan garam dapur dan pengendalian aktivitas air ( AW ) di ikuti dengan penggunaan garam nitrat ( Sendawa ) untuk mempertahankan warna daging dan pengasapan untuk mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme selanjutnya dan mencapai citarasa daging yang diinginkan.
Dendeng adalah produk tradisional dari Indonesia dan berbagai Negara di Asia Tenggara yang dapat dibuat dari daging sapi, daging babi, daging ayam, daging kambing maupun daging kelinci. Tetapi yang paling umum dijumpai adlah daging sapi.
Pembuatan dendeng di Indonesia umumnya menggunakan bumbu-bumbu, gula dan garam ditambahkan untuk menambah citarasa.
Dalam pembuatan dendeng perlu adanya pemisahan bagian urat dan lemak, sehingga didapat kualitas  yang baik, sebelumnya perlu pemilihan daging yang berkualitas  baik untuk pembuatan dendeng. Perlu diperhatikan juga mengenai penyinaran oleh matahari diwaktu penjemuran Karena cukup penting dalam pembuatan dendeng. Jadi sebelum pelaksanaan harus diperhatikan hal-hal yang menunjang pembuata dendeng agar tidak terdapat halangan atau mendatangkan kerugian dalam  memperoleh hasil akhir dari dendeng.
Pembuatan dendeng dimulai dengan pengirisan atau pemotongan daging secara melintang dengan ketebalan kira-kira 2-3 mm. Potonga-potongan tersebut dicampur dengan bahan curing yang terdiri dari 10 %  garam dapur, 3 % gula putih, satu persen  sendawa dan permil nitrit dari berat daging. Campuran ini diaduk dengan baik agar agar bumbu dapat diserap betul oleh daging. Tutup campuran  dengan bahan kedap udara, misalnya plastic, kemudian diperam dan disimpan, selama  24 jam atau lebih. Setelah penyimpanan dilakukan pencucian sehingga bahan curing terbuang habis, dan selanjutnya dicampur dengan bumbu dendeng yang disesuai kan dengan selera masing-masing. Bila bumbu sudah tercampur rata pada daging maka untuk selanjutnya dilakukan penjemuran samp[ai betul-betul kering.

2.2. Sosis
Sosis daging adalah produk makanan yang diperoleh dari campuran daging halus (mengandung daging tidak kurang 75 %) dengan tepung atau pati dengan atau tanpa penambahan  bumbu dan bahan tambahan makanan lain yang diizinkan dan dimasukan kedalam lubang selongsong. ( SNI 01-3820-1995).
Sosis adalah salah satu produk olahan daging giling yang mempunyai bentuk bulat memanjang seperti tongkat, berselongsong dan testurnya kenyal. Secara umum sosis dapat diklasifikasikan menjadi 6 jenis yaitu : (1) sosis segar, (2) sosis asap ( tidak direbus ), sosis rebus dan diasap, (4) sosis rebus, ( 5) sosis kering atau sosis fermentasi dan (6) meat specialties yang direbus.
Tahap penting dalam pembuatan sosis adalah penggilingan dan pembentukan emulsi. Penggilingan daging bertujaun untuk memperoleh ukuran partikel yang kecil sehingga memudahkan proses emulsifikasi dan diperoleh produk yang homogen. Emulsi sosis berupa emulsi lemak dalam air (o/w). globula lemak terdispersi didalam air yang berperan sebagai pendispersi. Protein daging yang terlarut, khususnya protein myofibril ( aktin dan myosin ) yang larut dalam larutan garam berperan dlam menstabilkan emulsi ( emulsifier ). Dalam emulsi daging, setiap globula lemak diselimuti oleh protein daging terlarut. Protein membentuk suatu matriks yang menyelubungi butiran-butiran lemak. Dengan demikian globula lemak tidak mudah terpisah dari system ( globula lemak tetap terdispersi ). Oleh karena itu dalam penggilingan daging sebaiknya ditambahkan garam , agar proses ektraksi protein mifibril lebih baik.
Metode emulsifikasi dalam pengolahan daging menitik-beratkan kestabilan campuran dua substansi kimia (biasanya antara lemak dan air) yang dalam kondisi alamiahnya tidak dapat bergabung, melalui substansi pencampur (disebut emulsifier atau agen pengemulsi). Ketika fungsi emulsifier diperankan oleh protein, maka sifat protein yang larut dalam air akan menempatkan substansi air sebagai fase pendispersi, sehingga substansi lemak pada gilirannya akan berperan sebagai fase dispersi (Soeparno, 1998).
            Lemak dalam daging, ataupun dalam bentuk independen, telah diketahui tidak dapat bergabung dengan air; sifat interaksi yang negatif ini dijelaskan lewat sifat kimia struktur polar, dimana struktur hidrokarbon dalam senyawa lipida (lemak) terbagi menjadi dua stereotipe; yakni kutub tipe hidrokarbon yang hidrofobik (tidak bersimpati dengan suasana air, atau non-polar) dengan letak yang mengarah pada sisi luar struktur lemak, dan kutub hidrokarbon lain yang hidrofilik (bersimpati terhadap suasana air) dengan letak yang mengarah pada bagian dalam struktur lemak (Page, 1997‘by: JNL’). Kondisi polar-non polar seperti ini juga terdapat dalam senyawa protein.
Lebih jauh lagi sifat polar ini ditentukan oleh besaran partial suatu molekul yang memuat ion positif dan yang memuat ion negatif (Keenan, dkk; 1989). Muatan positif dua unsur Hidrogen (H+) sangat sesuai untuk menyeimbangkan pergerakan satu unsur Oksigen (O), sehingga dengan begitu seimbangnya ikatan ion positif-negatif (ikatan kovalen) yang dimiliki Air (H2O) menyebabkan dua kutub (polar) dalam molekul air tidak dapat saling mendominasi seperti yang terjadi pada molekul lemak maupun protein. Sifat mengalir yang dimiliki air pada akhirnya diketahui disebabkan oleh keseimbangan polar molekulnya ini. Keseimbangan ikatan kovalen air juga membuat interaksi antar molekul-nya menjadi sangat erat, sehingga hanya energi paling agresif tertentu saja yang dapat memutuskan ikatan antar-molekular tersebut, semisal; energi listrik (Winarno, 1982).
Berbeda dengan lemak, keadaan ikatan kovalen (polaritas) molekul protein yang mirip dengan molekul lemak dapat terakumulasi oleh berat molekul protein yang sangat besar (sehubungan polimerisasi yang disertai kehadiran unsur N, atau Fe, S ataupun P) membuat protein cenderung larut hingga mengendap (koloidal) dalam air (Tillman, dkk; 1998). Sedangkan lemak memiliki tingkat kerapatan massa (globuler) yang lebih rendah daripada air sehingga sangat ‘memisahkan’ diri dari air dicirikan dengan sifat mengapungnya lemak diatas permukaan air, dalam kondisi alami.
Sehingga lewat uraian diatas dapat dipahami bahwa emulsifikasi Air-Lemak-Protein terjadi dengan uraian sebagai berikut;
Ø  Protein yang larut dalam sejumlah kecil air, menyebabkan sifat mengalir air menjadi menurun,
Ø  kombinasi unsur yang terdapat dalam larutan protein-air memiliki berat molekul yang jauh lebih besar dibandingkan senyawa lemak,
Ø  peningkatan berat molekul dan penurunan daya alir (fluiditas) air dalam larutan air-protein membuat senyawa lemak terselubungi oleh larutan tersebut,
Ø  lewat perlakuan fisik, misalnya pengadukan atau pengocokan yang disertai tekanan, baik senyawa lemak maupun penyelubung-nya, hasil kombinasi air-protein, terbagi-bagi secara struktural menjadi globula-globula kecil yang masih tetap rapat satu sama lainnya mengingat masih adanya sekian kecil daya alir air dalam campuran air-protein yang menjadi lapisan terluar setiap globula tersebut.
Ø  secara makroskopis air, lemak dan protein menjadi tercampur sempurna dalam suatu substansi semi-padat yang lazim disebut: emulsi.
Stabilitas emulsi daging dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain ukuran globula lemak, suhu dan jumlah protein larut garam. Ukuran globula lemak yang besar cenderung menyebabkan emulsi tidk stabil karena lemak mudah bergerak ke permukaan. Semakin kecil ukuran glabula lemak, emulsi semakin stabil, tetapi semakin banyak diperlukan protein terlarut untuk menyelimuti setiap globula lemak.
Pada suhu tinggi, umumnya protein terdenaturasi sehingga emulsi daging yang diperoleh cenderung stabil. Disamping itu suh sngat mempengaruhi viskositas emulsi. Pada suhu tinggi viskositas emulsi cenderung rendah sehingga lemak mudah bergerak terpisah dari system. Oleh karena itu didalam pembuatn produk emulsi daging diusahakan suhu tetap rendah sehingga emulsi tetap stabil. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menambahkan es selama proses penggilingan dan emulsifikasi. Selama pembentukan emulsi suhu sebaiknya tidak lebih dari 12 derajat celcius. Untuk memperoleh stabilitas emulsi yang baik, suhu harus dipertahankan sekitar 3 derajat celcius.
Dalam pembuatan sosis ditambahkan bumbu-bumbu dan tambahan lain seperti emulsifier, extender, filler, dan binder ( seperti skim, tepung maizena). Penggunaan non daging tidak boleh melebihi dari 3,5 persen. Casing (selongsong) yang digunakan dalampembuatan sosis berfungsi sebagai wadah / cetakan emulsi daging.yang menentukan bentuk dan ukuran produk.
Casing dpat dibedakan menjadi dua, yaitu casing alami yang tebuat dari usus ternak dan cascing sintetik.

2.3. Corned Beef
Corned beef adalah produk yang terbuat dari potongan daging sapi segar atau beku (yang telah memenuhi persyaratan dan peraturan yang berlaku ), tanpa tulang, boleh dicampur dengan daging bagian kepala dan hati dengan atau tanpa penambahan bahan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan, dibuat melalui proses curing, dikemas dalamkaleng kerap udara (hermatik) dan disterilkan ( SNI 01-3775-1995 ).
Corneed beef berwarna merah yang khas dan kompak. Daging yang dibuat kornet biasanya daging curing yang mempunyai kualiats agak rendah. Tahap-tahap pembuatan kornet adalah (1) curing daging, (2) Cutting (pemotongan) daging, (3) lanching, (4) Filling, (5) Pre cooking, (6) exchausting, (7) Sealing, (8) processing, dan (9) Cooling. Perbedaannya hanya pada resep yang digunakan yaitu macam bumbu dan jumlahnya.
Untuk memperoleh produk yang berwarna merah, sebaiknya digunakan formula curing yang menggunakan garam rendah dan selama proses dihindari semaksimal mungkin daging kontak dengan oksigen dan cahaya secara langsung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar